News

Sekte Sesat di Korsel Sebut Pembersihan Dosa Bisa Lewat Hubungan Seks

Sebuah sekte di Korea Selatan dalam ajarannya menyebut bahwa pembersihan dosa bisa dilakukan melalui hubungan seksual. Hal itu terungkap dalam serial dokumenter Netflix yang berjudul In the Name of God: A Holy Betrayal.

Serial ini tengah ramai diperbincangkan lantaran mengupas sejumlah sekte aliran sesat yang pernah menggemparkan Korsel.

Mungkin anda suka

Salah satu sekte sesat yang dibahas dalam serial itu adalah Jesus Morning Star (JMS) atau Providence. Singkatan JMS juga berkaitan dengan nama pendiri sekte tersebut Jeong Myeong-seok.

Ia sempat dipenjara 10 tahun karena kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap empat perempuan pengikut alirannya pada 2009, demikian dikutip AFP.

Dalam ajaran JMS, hubungan seksual dianggap sebagai pengampunan dosa.

Pada April 2015, media Korsel SBS merilis serial dokumenter yang menggambarkan bagaimana sekte itu merawat perempuan Korsel sebagai pengantin masa depan bagi Jeong.

Mantan dua anggota sekte yang berasal dari Australia mengatakan mereka didesak menulis surat berisi hal-hal seksual ke Jeong. Mereka bahkan dibawa ke Seoul untuk mengunjungi pemimpin tersebut di penjara.

Jeong mendirikan JMS pada 1980 sebagai pecahan dari Gereja Unifikasi, salah satu sekte aliran sesat lainnya yang tumbuh di Korsel.

Gereja Unifikasi sempat menjadi sorotan usai kasus pembunuhan mantan perdana menteri Jepang Shinzo Abe pada Juli tahun lalu. Tetsuya Yamagami menembak Abe karena menduga eks PM Jepang itu berhubungan dengan Gereja Unifikasi yang membuat sang ibu, yang menjadi pengikut sekte itu, bangkrut.

JMS dan Gereja Unifikasi merupakan salah satu sekte di Korsel yang memiliki anggota di luar negeri. Kemunculan berbagai kultus di negara itu bisa ditelusuri dari pendudukan Jepang, Perang Korea, dan era diktator Korsel sekitar 1970-1980.

Di era 1970-an, ketidakstabilan ekonomi dan situasi sulit membuat sekte kian populer di Korsel. Selain itu, penyebaran sekte-sekte di Korsel semakin mudah karena banyak dari warganya yang tidak percaya atau tidak menganut agama tertentu.

Menurut profesor dari Universitas Presbyterian Busan, Tark Ji-il, di tengah kondisi inilah sekte-sekte tersebut menawarkan ketenangan dan menghargai penderitaan yang dihadapi masyarakat.

Tepat setelah 1931, tampaknya sangat sulit selamat dari pendudukan Jepang. Jadi, mereka fokus melihat penyiksaan yang dialami Yesus Kristus yang menderita karena di salib. “Jadi ini semacam mistisisme,” kata Prof Tark.

Sementara itu, pengamat kultus Korea, Peter Delay, mengatakan bahwa salah satu alasan yang masuk akal berkaitan dengan sekte itu adalah karena ajaran organisasi yang jelas.

“Dengan kelompok tersebut, tak ada ambiguitas, semuanya jelas. ‘Ya, ini adalah mesiah, ya jika Anda mengikuti dia, Anda akan masuk surga,” ujar Delay.

Ia juga mengungkapkan beberapa orang mungkin merasa banyak kelompok arus utama tak membuat klaim muluk-muluk semacam itu. “Jadi saat sebuah kelompok datang dengan semua jawaban untuk A, B, dan C itu bisa menarik bagi sebagian orang,” papar Delay.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button