News

Jokowi Tawarkan IKN Gabung BRI, Padahal Banyak Negara Terjebak Utang China

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menawarkan agar program Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi bagian dari program Belt and Road Initiative (BRI) China. Padahal beberapa negara sudah terkena jebakan utang lewat proyek Jalur sutra China itu.

Jokowi mengungkapkan kesuksesan sinergi BRI dalam pembangunan infrastruktur telah terjalin pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Indonesia. Ia berharap ke depan hal serupa dapat dilakukan dalam pembangunan IKN yang merupakan Ibu Kota baru bagi Indonesia. Selain itu, Presiden Ke-7 RI itu juga menekankan agar proyek BRI harus dilandasi prinsip kemitraan yang setara dan saling menguntungkan antarpihak. 

“Ke depan, kami juga akan sinergikan pembangunan IKN, transisi energi, dan hilirisasi industri. Serta dilengkapi dengan perencanaan yang matang, penggunaan sistem pendanaan yang transparan, penyerapan tenaga kerja lokal, dan pemanfaatan produk dalam negeri,” ujar Jokowi mengutip Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (18/10/2023). 

Orang nomor satu di Indonesia itu juga memandang bahwa keberlanjutan proyek BRI harus dipastikan untuk jangka panjang dan dapat memperkokoh fondasi ekonomi negara mitra. “Saya berharap sinergi BRI dalam pembangunan infrastruktur dapat terus, dan di tengah situasi dunia yang makin terbelah kerja sama BRI tidak boleh dipolitisasi. Ini membutuhkan upaya kita bersama dalam menjaga nilai-nilai utama agar inisiatif ini makin kuat dan makin berdampak,” ucapnya. 

BRI adalah program yang diperkenalkan oleh Presiden China Xi Jinping pada 2013 dengan nama One Belt One Road (OBOR). Proyek yang mendorong China berinvestasi di 150 negara kemudian direvisi menjadi Belt and Road Initiative.

Presiden Jokowi menghadiri upacara pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-3 Belt Road Forum (BRF) di Great Hall of The People, Beijing, China sebagai rangkaian kunjungan kerja hari ketiganya di Beijing, Republik Rakyat China (RRC), pada Rabu (18/10/2023). Pertemuan puncak memperingati 10 tahun BRI itu diharapkan dapat menghidupkan kembali proyek tersebut. Selain Jokowi, KTT juga dihadiri Presiden Rusia Vladimir Putin, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, Presiden Argentina Alberto Fernandez, dan Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin.

Jumlah Proyek BRI Capai US$2 Triliun

Dalam sepuluh tahun terakhir, Beijing mengatakan pihaknya telah menandatangani kontrak senilai hampir US$2 triliun di seluruh dunia. Investasi ini mencakup beragam proyek yang berbeda, antara lain meliputi jalan raya, kereta api berkecepatan tinggi, pelabuhan, energi, dan infrastruktur.

Selama sepuluh tahun, jumlah penandatangan proyek ini telah meningkat dari delapan anggota menjadi 150. Namun dalam satu dekade sejak peluncurannya, BRI dituduh memberikan pinjaman untuk proyek-proyek tidak berkelanjutan yang menjadi perangkap utang bagi negara-negara kecil seperti Sri Lanka sehingga mendorong mereka ke dalam krisis ekonomi yang parah.

Vaishali Basu Sharma pemikir di Policy Perspectives Foundation yang berbasis di New Delhi mengungkapkan, selama bertahun-tahun, BRI telah membebani banyak negara dengan utang luar negeri dalam jumlah besar. Dalam banyak kasus, BRI juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengundang peluang korupsi.

“BRI saat ini bukanlah proyek yang sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Ketika pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat, masa peminjaman luar negeri yang tampaknya tidak terbatas kini telah berakhir. Total pendanaan pembangunan luar negeri Tiongkok hanya di bawah US$5 miliar pada tahun 2021, jauh dari puncak pinjaman pada tahun 2016 yang berjumlah sekitar US$90 miliar,” kata Vaishali Basu Sharma, mengutip EurAsian Times.

Pandemi Covid 19 memberikan pukulan telak bagi BRI. Dengan perlambatan ekonomi global, banyak negara tidak dapat membayar kembali pinjamannya. Zambia adalah negara Afrika pertama yang mengalami gagal bayar selama pandemi pada akhir tahun 2020.

Ia menambahkan, peran Beijing sebagai kreditur telah menimbulkan banyak kekhawatiran dari negara-negara Barat dan negara-negara berkembang. Banyak negara percaya bahwa Inisiatif Sabuk dan Jalan adalah bentuk neo-kolonialisme karena apa yang mereka tuduhkan sebagai praktik diplomasi perangkap utang Tiongkok untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur inisiatif tersebut.

Pada tahun 2019, ketika menunda pembangunan proyek pelabuhan Bagamoyo senilai US$10 miliar yang didanai Tiongkok, Presiden Tanzania John Magufuli menuduh bahwa Tiongkok telah memberikan persyaratan yang “eksploitatif dan canggung” sebagai imbalan atas pembiayaan.

Para pemodal Tiongkok menetapkan “kondisi sulit yang hanya bisa diterima oleh orang gila,” kata Magufuli kepada media lokal. Pinjaman Tiongkok ke Afrika – yang merupakan fokus utama program BRI – telah menurun secara signifikan dan turun di bawah US$2 miliar pada tahun 2022.

Perangkap utang adalah salah satu dimensi ekonomi dari ‘strategi irisan salami’ Tiongkok. Misalnya, Tiongkok telah menekan Tajikistan untuk menyerahkan 1.158 km persegi tanahnya karena negara tersebut berutang kepada Beijing sebesar US$1,2 miliar dari total utang sebesar US$2,9 miliar. Di Republik Demokratik Kongo, Tiongkok menandatangani kontrak pertambangan dengan mantan Presiden Joseph Kabila dalam perjanjian ‘mineral untuk infrastruktur’ yang terkenal.

Hubungan yang tegang dengan AS juga membuat hubungan dengan proyek infrastruktur Tiongkok semakin terpecah belah. Pada bulan Januari 2019, Presiden Prancis Emmanuel Macron berkata, “Jalur Sutra kuno tidak hanya milik Tiongkok…Jalan-jalan baru tidak bisa hanya mengarah ke satu arah saja.”

Italia, satu-satunya anggota ‘Kelompok Tujuh’, akan keluar dari BRI pada akhir tahun ini. Meski menjadi penandatangan BRI, Italia sempat menyatakan kekecewaannya karena ekspornya ke Tiongkok tidak meningkat.

Menteri Pertahanan Italia Guido Crosetto mengatakan, “Kami telah mengekspor banyak jeruk ke Tiongkok; mereka telah melipatgandakan ekspor mereka ke Italia dalam tiga tahun…Tanpa menandatangani perjanjian apa pun, Paris menjual pesawat ke Beijing seharga puluhan miliar pada saat itu.”

AS telah mencoba meresponsnya dengan membentuk inisiatif tandingan seperti Blue Dot Network pada tahun 2019, inisiatif Membangun Kembali Dunia yang Lebih Baik dari G7 pada tahun 2021, dan “Strategi Indo-Pasifik Bebas dan Terbuka” (FOIP).

Bahkan negara-negara yang dianggap sekutu Tiongkok – Pakistan dan Malaysia – telah menyatakan keinginannya untuk mengurangi proyek-proyek Tiongkok karena masalah utang. Menyusul reaksi negatif terhadap proyek-proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) setelah krisis ekonomi di Sri Lanka, Tiongkok telah setuju untuk merestrukturisasi utang Sri Lanka setelah serangkaian perundingan yang panjang. Kekhawatiran Tiongkok adalah bahwa negara-negara lain yang telah mengakses pinjaman BRI juga akan mulai menuntut restrukturisasi utang.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button