Kanal

Dari Rakor Hingga Sosialisasi, Beragam Cara Ditempuh Bea Cukai untuk Gempur Rokok Ilegal

Sebagai instrumen pengendalian, cukai digunakan pemerintah untuk membatasi, mengawasi, dan mengendalikan produksi, peredaran, dan konsumsi barang kena cukai, seperti rokok. Dengan tetap memerhatikan aspek keadilan dan keamanannya, pengenaan cukai diyakini dapat membatasi konsumsi rokok yang terbukti membahayakan kesehatan masyarakat. Tugas pengenaan cukai dan pengawasannya menjadi kewenangan Bea Cukai, yang terus-menerus berupaya memberatas peredaran rokok ilegal, melalui unit-unit vertikalnya di berbagai daerah.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Encep Dudi Ginanjar, pada Kamis (20/07/2023) mengatakan di Pamekasan, Bea Cukai Madura menggelar rapat koordinasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCT) bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan, pada 11 Juli 2023.

Penegakan hukum dalam kaitannya dengan pemberantasan rokok ilegal merupakan salah satu program pemanfaatan DBHCHT. Untuk itu, Bea Cukai Madura dan Kepala Satpol PP, Bappeda, serta Bagian Perekonomian dan Bagian Keuangan Pamekasan duduk bersama membahas rencana pelaksanaan kegiatan DBHCHT di bidang penegakan hukum yang akan dilaksanakan pada semester II tahun 2023.

“Menindaklanjuti rapat tersebut, Satpol PP Pamekasan akan segera mengagendakan kegiatan sosialisasi ketentuan cukai, pengumpulan informasi rokok ilegal, serta operasi pemberantasan rokok ilegal di Pamekasan. Rapat koordinasi ini diharapkan menjadi langkah awal pemanfaatan DBHCHT yang dilakukan di semester II tahun 2023, sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menekan angka peredaran rokok ilegal,” jelasnya.

Masih menurut Encep, selain menggelar rapat koordinasi dengan pemerintah daerah, Bea Cukai juga kerap mengadakan sosialisasi untuk para aparat penegak hukum, seperti yang terlaksana di Banyuwangi. Dihadiri jajaran pejabat dan anggota satpol PP Kabupaten Banyuwangi, acara ini membahas penerapan asas ultimum remedium dalam penegakan hukum di bidang cukai.

Asas ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat di dalam hukum pidana Indonesia yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum. Dalam penegakan hukum di bidang cukai, asas ini sudah mulai diterapkan oleh seluruh unit kerja Bea Cukai untuk menindaklanjuti pelanggaran pasal tertentu dalam Undang-Undang Cukai. Asas ini didasari Pasal 13 ayat (3) huruf d Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK–237/PMK.04/2022 tentang Penelitian Dugaan Pelanggaran di Bidang Cukai sebagai bentuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Pasal tersebut menyebutkan bahwa pelaku pelanggaran bisa untuk tidak dinaikkan statusnya menjadi tersangka dan tidak dilakukan penyidikan dalam hal pelaku membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar tiga kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Langkah ini diambil sebagai bentuk alternatif penyelesaian perkara dengan mengupayakan sanksi pidana sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimum remedium),” imbuhnya.

Encep pun berharap dengan dilaksanakannya rapat koordinasi dan sosialisasi dengan pihak-pihak terkait dapat menguatkan sinergi dan meningkatkan kualitas pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button