News

Perppu Cipta Kerja Bukti Kegagalan Sistem Legislasi

perppu-cipta-kerja-bukti-kegagalan-sistem-legislasi

Senin, 02 Jan 2023 – 19:37 WIB

Img 5253 - inilah.com

Di Istana Negara Jakarta, Jumat (30/12/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat Indonesia untuk tetap memiliki kesadaran dalam mengantisipasi paparan COVID-19. (Foto: Antara)

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2/2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang diterbiktan Presiden Jokowi jelang akhir 2022 menjadi bukti kegagalan sistem legislasi dalam presidensial. Kewenangan presiden menerbitkan perppu dilakukan hanya untuk menyiasati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Ciptaker yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani menyebut dalil penerbitan perppu untuk mengisi kekosongan hukum kepada investor dampak ketidakpastian global, paradoks dengan pernyataan Jokowi yang menyebut perekonomian Indonesia termasuk yang tertinggi di antara negara-negara anggota G20 dengan capaian sebesar 5,72 % pada kuartal III 2022, sedangkan angka inflasi dalam posisi yang masih dapat dikendalikan. Artinya tidak ada keadaan objektif bagi presiden kecuali, menggunakan dasar subjektif menerbitkan perppu.

“Dalam sistem presidensial, kekuasaan dan legitimasi rakyat yang dipupuk melalui pemilihan langsung seharusnya tidak dibarengi dengan kewenangan legislasi dalam diri seorang presiden. Presiden cukup diberikan kewenangan veto atas sebuah produk UU yang tidak disetujuinya. Tetapi desain konstitutional Indonesia telah terlanjur memberikan kewenangan legislasi itu pada presiden. Dampaknya adalah yang tergambar dalam Perppu Cipta Kerja,” kata Ismail, di Jakarta, Senin (2/1/2023.

Menurutnya, langkah Jokowi menerbitkan perppu menyiasati UU yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK sama saja melegitimasi pengingkaran aspirasi demokrasi. Sebab UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional oleh MK lantaran tidak prosedural dalam penyusunannya, antara lain melibatkan publik. Celakanya lagi perppu yang diterbitkan, materinya tidak berbeda dengan UU Ciptaker.

Dia mengingatkan, kendati Jokowi selaku presiden memiliki kewenangan subjektif yang dilindungi konstitusi dalam menerbitkan perppu, bukan berarti bisa menggunakan kewenangannya sesuka hati. Sebab Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945 telah mengatur syarat kegentingan memaksa sebagai salah satu syarat menerbitkan perppu dan MK telah memberi parameter terhadap frasa kegentingan memaksa.

Parameter yang dimaksud yaitu adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU, namun UU yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai. Parameter selanjutnya kekosongan hukum tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa, karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Menurutnya lagi, alasan pemerintah menjadikan kondisi perekonomian alasan menerbitkan perppu tidak memenuhi unsur kegentingan memaksa sebagaimana yang diatur konstitusi dalam penerbitan perppu. Sejatinya pemerintah bersama DPR melaksanakan putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional karena ketiadaan partisipasi masyarakat (meaningful participation) dalam proses pembentukannya.

“Pembentukan perppu oleh presiden ini telah jelas mengingkari amanat meaningful participation yang seharusnya dipenuhi dalam perbaikan UU Cipta Kerja, bukan justru diabaikan melalui pembentukan perppu yang sifat kegentingan memaksanya masih patut dipertanyakan,” tuturnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button