Terdakwa kasus korupsi sekaligus Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, tak mau disebut dekat ataupun akrab dengan Harun Masiku meski diakuinya pernah tatap muka dan menerima dokumen dari yang bersangkutan.
Pernyataan itu disampaikan Hasto saat menjalani sidang kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019–2024 dan perintangan penyidikan terhadap Harun Masiku.
“Saya tidak punya kedekatan dengan Harun Masiku,” ujar Hasto ketika dicecar jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).
Sebagai penguat dalihnya, Hasto bercerita pernah menolak undangan Harun untuk ikut ke kampung halamannya di Toraja, hadiri acara ‘Mantunu Tedong’ proses potong kerbau dalam budaya Toraja, bagian penting dari upacara adat kematian yang dikenal sebagai Rambu Solo’.
“Saudara Harun Masiku ketemu saya di Rumah Aspirasi ketika mengundang saya sekitar bulan November untuk menghadiri acara potong kerbau, suatu upacara adat yang sangat besar dan juga mengundang saya untuk hadir di natalan tapi saya tidak menghadiri kedua undangan tersebut,” jelas Hasto.
Selain bertatap muka di rumah aspirasi, Hasto akui bahwa dia pernah bertemu dengan Harun di DPP PDIP. Bahkan tangannya sendiri yang menerima langsung dokumen pencalonan Harun sebagai caleg partai banteng.
“Yang bersangkutan datang ketemu saya kemudian membawa biodata dan kemudian menyatakan niatnya untuk mendaftarkan sebagai calon anggota legislatif. Yang bersangkutan (Harun) saya minta untuk datang ke sekretariat untuk mengisi biodata,” kata Hasto.
Jaksa Budhi kemudian menanyakan lokasi pasti pertemuan tersebut.
“Pada saat itu, Harun Masiku mendatangi terdakwa itu di Rumah Aspirasi atau di Kantor DPP?” tanya Jaksa Budhi.
“Di kantor DPP PDIP karena hal-hal yang berkaitan dengan caleg semuanya dipusatkan di kantor DPP PDIP,” jawab Hasto.
Hasto juga membenarkan bahwa Harun Masiku mengantongi Kartu Tanda Anggota PDIP.
Diketahui, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Jaksa menuduh Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK pada 2020. Ia juga diduga meminta stafnya, Kusnadi, membuang ponsel tersebut saat diperiksa di Gedung Merah Putih KPK pada Juni 2024.
Tak hanya itu, Hasto turut didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Uang tersebut diduga diberikan bersama Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio.
Menurut jaksa, suap itu diberikan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW).
Atas perbuatannya, Hasto juga didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.